Wajahmu tirus karena himpitan kerakusan
Bahumu kering kurus karena beratnya beban
Pengembaraanmu tak semulus para kaya yang terpenjara keduniaan
Tutur katamu tak sehalus para ningrat yang tersandera pujian
Orang orang pinggiran,
Kumal, lusuh, kecut adalah teman
Bukan itu sebenarnya maksud dan keinginan
Karena susahnya mencari makan,
Apalagi bersolek dan berdandan
Orang orang pinggiran,
Gubuk reyot adalah istana kehidupan
Tapi eksistensimu diopinikan sebagai perusak pemandangan
Digusur gusur dan selalu dipinggirkan,
Karena dianggap sebagai sisa sisa dari sebuah peradaban
Ketika kau mencoba menggugat sebuah fakta,
Kau dianggap sebagai orang orang yang menegatifkan prasangka dan stigma
Dan ketika kau mencoba menggugat sebuah keadilan,
Kau dianggap sebagai orang orang yang selalu mengutuki kegelapan
Sekuat tenaga kau coba untuk melawan,
Tapi keesokan hari yang kau temui adalah suara gaduh kebakaran
Wahai para penghuni kerajaan
Yang hatinya membeku karena penyakit turunan,
Yang bertahun tahun berselimutkan kekuasaan,
Yang bertahun tahun selalu bersetubuh dengan kenyamanan,
Aku ingin bertanya
Apakah ini yang disebut sebuah keseimbangan
Tuan dan nyonya berkata
telah banyak kebaikan,
telah banyak keadilan
dan telah banyak kesejahteraan
Tapi aku bertanya
kebaikan itu untuk siapa,
keadilan itu untuk siapa
dan kesejahteraan itu untuk rakyat yang mana
Apakah kebaikan, keadilan dan kesejahteraan itu untuk mereka,
penghuni kolong jembatan yang terkena kutukan berupa derita
Ataukah semua itu hanyalah untuk mereka,
pengkhianat amanah yang bersembunyi di balik kehangatan busana
Jawaban dari pertanyaanku adalah ruang hampa keraguan
Karena membentur kerasnya meja meja kepentingan
oleh: Wahyu Hansudi