“Dan aku adalah kesempurnaan nikmat Allah, atas orang-orang beriman!”
Ungkapan Nabi ShallaLlahu ‘Alaihi wa Sallam ini adalah akhir rangkaian sabda dalam menjawab tanya para sahabat tentang diri beliau yang direkam Ibn Ishaq di dalam Sirah-nya. Ialah penegas bagi kita; betapa kehadiran sang pembawa kabar gembira, pemberi peringatan, penyeru ke jalan Allah dengan izinNya, dan pelita yang mencahayai ini; sungguh adalah karunia teragung bagi insan yang di dalam dadanya ada kerlip iman yang nyata.
“..Dan agar Aku sempurnakan nikmatKu atas kalian, dan supaya kalian bersyukur. Sebagaimana telah Kami bangkitkan di dalam kalian seorang Rasul dari diri-diri kalian; dia membacakan ayat-ayat Kami atas kalian, mensucikan kalian, mengajarkan Al Kitab dan Al Hikmah pada kalian, dan mengajari kalian apa-apa yang belum kalian ketahui.” (QS Al Baqarah [2]: 150-151)
Dialah kesempurnaan nikmat; sebab dengan kehadirannya ‘amal shalih tersyukuri, khilaf salah terperingatkan, kebajikan menderu-deru, dan gulita tersinari. Dengan terutusnya; yang berbuat baik tersenyum yakin, yang berbuat jahat tercekam insyaf, yang menuju Allah tertunjuki jalan, dan yang terjebak kelam terfajarkan. “Dan hubungan kita dengan RasuliLlah”, tulis Imam Ibn Katsir dalam Tafsir-nya, “Adalah hubungan jiwa. Sebagaimana firman Allah ini; min anfusikum.”
Lalu dalam kemesraan ruhani itu, dia sambungkan langit dan bumi; dia bacakan Kalam Ilahi, dia sucikan para hati, dan dia ajarkan segala makna serta manfaat nyata. Dari senyumnya, ucapannya, lakunya, dan persetujuannya; dibangun sebuah masyarakat cinta. Maka sejak “Iqra’” digemakan di bukit cahaya; bangsa penggembala kambing bertelanjang kaki yang tak pernah dilirik peradaban itu bangkit menjadi guru semesta; mengajarkan kesucian, keadilan, kebajikan, dan keluhuran sejati.
Sesungguhnya Allah tidak mengubah suatu kaum dengan tiba-tiba. Tetapi Dia melakukannya dengan mengutus orang-orang terpilih untuk menjadi kecipak awal perubahan yang nantinya memusar dan membadai. Maka sebagaimana kita syukuri kehadiran Sang Nabi, layak pula kita sambut para berilmu, para beramal, dan para berikhlas yang Allah hadirkan di tengah lingkungan kita. Boleh jadi, mereka adalah hadiah Allah untuk mengentas kita dari remang menuju gemilang.
Lalu pada sosok-sosok perubahan itu; beri mereka peran meski masih malu-malu, ta’zhimi ilmunya selama masih merasa bodoh, dan jaga keikhlasannya dengan cara yang dituntunkan.
Maka berbahagialah sebuah negeri yang Allah tumbuhkan di dalamnya banyak ‘ulama. Mungkin bukan yang masyhur bertampil-tampil, mungkin bukan yang berceramah di sana-sini. Mungkin mereka justru yang takut terkenal, bersahaja lagi tekun mendidik ummat di pelosok dengan ilmu yang amaliah dan doa-doa berderai air mata. Mereka adalah tanda cinta dan kasih Allah bagi sebuah bangsa.
Mari kita berlindung pada Allah dari keadaan sebaliknya; ketika ilmu dicabut, cahaya dihapus, dan kebaikan berangsur pergi. Telah dimufakati keshahihan oleh Imam Al Bukhari dan Imam Muslim, bahwa RasuluLlah bersabda, “Sesungguhnya Allah tidaklah mencabut ilmu ini dengan sekonyong-konyong dari para hambaNya. Tetapi hanyasanya Allah mencabut ilmu ini dengan mematikan para ‘ulama.”
Ya Rabbi; sampaikan shalawat pada Muhammad; dan limpahkan bagi kami para pewarisnya; ‘ulama yang membimbing ummat.