Perlu kita ketahui terkait pembagian daging qurban, bahwa pendistribusian tidak harus dilakukan pada hari raya Idul Adha dan hari tasyrik.
Bismillahirrahmaanirrahiim.
Perlu kita ketahui terkait pembagian daging qurban, bahwa pendistribusian tidak harus dilakukan pada hari raya Idul Adha dan hari tasyrik. Karena ada anggapan bila daging kurban tidak habis dibagikan di hari raya dan hari tasyrik, maka qurbannya tidak sah. Boleh ditunda setelah hari-hari tersebut bila karena suatu kemaslahatan atau kepentingan.
Misal masyarakat miskin tidak memiliki kulkas atau freezer untuk mengawetkan daging dalam jangka lama. Sementara stok hewan kurban ditempat tersebut banyak. Sehingga daging yang mereka terima pada hari raya atau hari-hari tasyrik sudah sangat mencukupi. Maka boleh bagi shohibul qurban, panitia kurban atau yayasan sosial yang bergerak dalam pendistribusian daging kurban, untuk mengawetkan daging dalam kulkas atau freezer, kemudian dibagikan saat masyarakat kurang mampu membutuhkan. Untuk mengantisipasi terjadinya tabdzir.
Yang terpenting, penyembelihan harus dilakukan pada hari raya dan hari-hari tasyrik. Karena jika dilakukan diluar hari-hari tersebut, sembelihan tidak sah sebagai qurban. Sebagaimana dijelaskan dalam hadis Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu. Beliau berkata, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ الصَّلاَةِ فَإِنَّمَا ذَبَحَ لِنَفْسِهِ ، وَمَنْ ذَبَحَ بَعْدَ الصَّلاَةِ فَقَدْ تَمَّ نُسُكُهُ ، وَأَصَابَ سُنَّةَ الْمُسْلِمِينَ
“Barangsiapa yang menyembelih qurban sebelum shalat (Idul Adha), maka ia berarti menyembelih untuk dirinya sendiri. Barangsiapa yang menyembelih setelah shalat (Idul Adha), maka ia telah menyempurnakan manasiknya dan ia telah melakukan sunah kaum muslimin” (HR. Bukhari no. 5546).
Juga hadis Abu Burdah radhiyallahu’anhu, bahwa Abu Burdah pernah berkata kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam,
يَا رَسُولَ اللَّهِ ، فَإِنِّى نَسَكْتُ شَاتِى قَبْلَ الصَّلاَةِ ، وَعَرَفْتُ أَنَّ الْيَوْمَ يَوْمُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ ، وَأَحْبَبْتُ أَنْ تَكُونَ شَاتِى أَوَّلَ مَا يُذْبَحُ فِى بَيْتِى ، فَذَبَحْتُ شَاتِى وَتَغَدَّيْتُ قَبْلَ أَنْ آتِىَ الصَّلاَةَ
“Ya Rasulullah, kabingku sudah aku sembelih sebelum shalat Idul Adha. Aku tahu kalau hari itu adalah hari makan dan minum. Dan aku senang bila kambingku menjadi hewan yang pertama disembelih di rumahku. Oleh karena itu, kambingku kusembelih dan aku sarapan dengannya sebelum aku shalat Idul Adha”.
شَاتُكَ شَاةُ لَحْمٍ
“Kambingmu hanyalah kambing biasa (bukan kambing qurban)”, jawab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
(HR. Bukhari no. 955).
Adapun pendistribusian, tidak diharuskan pada hari-hari itu. Asalkan untuk kemaslahatan. Karena terdapat hadis yang menerangkan bolehnya menyimpan daging qurban (iddikhor) lebih dari 3 hari. Meski diawal Islam, tindakan seperti itu dilarang. Namun kemudian larangan tersebut dicabut, sehingga menjadi boleh. Demikian keterangan dari jumhur ulama (mayoritas ulama).
Dalam hadis dari sahabat Buraidah radhiyallahu’anhu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنِ ادِّخَارِ لُـحُومِ الْأَضَاحِي فَوْقَ ثَلَاثٍ، فَأَمْسِكُوا مَا بَدَا لَكُمْ
“Dahulu aku melarang kalian menyimpan daging qurban lebih dari 3 hari. (Sekarang) tahanlah (simpanlah) semau kalian” (HR. Muslim).
Nabi menegaskan dalam sabda beliau yang lain,
كُلُوا وَأَطْعِمُوا وَادَّخِرُوا فَإِنَّ ذَلِكَ الْعَامَ كَانَ بِالنَّاسِ جَهْدٌ فَأَرَدْتُ أَنْ تُعِينُوا فِيهَا
“Sekarang silakan kalian makan, bagikan, dan menyimpannya. Karena sesungguhnya pada tahun lalu orang-orang ditimpa kesulitan (kelaparan/krisis ekonomi). Aku ingin kalian membantu mereka (yang membutuhkan makanan)” (HR. Bukhari. Dari Salamah bin Al-Akwa’).
Imam Nawawi rahimahullah menerangkan, “Diperbolehkan menyimpan daging qurban. Dahulu menyimpan daging qurban lebih dari tiga hari dilarang. Kemudian Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengizinkan. Hal ini telah dijelaskan dalam hadis-hadis shahih yang masyhur.” (Al Majmu’ 8/395. Cetakan Maktabah Al Irsyad).
Semua keterangan di atas berkaitan bila disimpannya untuk konsumsi sendiri. Adapun bila disimpan untuk kemaslahatan masyarakat kurang mampu, tentu lebih dibolehkan lagi. Karena menyimpan daging untuk mereka dalam rangka beredekah. Sehingga dia mendapatkan pahala sedekah. Sementara menyimpan daging untuk diri sendiri hanya sebagai konsumsi sendiri. Sehingga ia tidak mendapatkan pahala sedekah kepada fakir miskin.
Dalam fatawa syabakah islamiyah dijelaskan,
فقد تقدم في الفتوى رقم : 58920 ، جواز ادخار لحوم الأضاحي بالنسبة للمضحي, أي يدخرها لنفسه, وإذا جاز له أن يدخرها لنفسه فمن باب أولى جوازادخارها للفقراء حتى يحتاجوا إليها؛ لما في ذلك من المصلحة
“Telah dijelaskan pada fatwa nomor 58920 tentang bolehnya menyimpan daging kurban bagi shohibul kurban. Maksudnya menyimpannya untuk dirinya sendiri. Bila shohibul qurban saja boleh menyimpan daging untuk kepentingan dirinya sendiri, maka menyimpankan daging kurban untuk kaum fakir, sampai mereka membutuhkannya, lebih diutamakan. Karena tindakan tersebut mengandung maslahat” (Sumber: http://fatwa.islamweb.net/
Wallahua’lam bis showab.
***
Penulis : Ahmad Anshori, di PP. Hamalatulquran Jogja, 3 Dzulhijah 1437 / 4-9-2016
Sumber: https://muslim.or.id/28638-hukum-menunda-pembagian-daging-qurban.html